
Perjalanan asosiasi perunggasan
Kiprah asosiasi perunggasan dalam memperjuangkan nasib
peternak untuk dapat hidup layak dan bisa berusaha dengan
melakukan budidaya ayam Broiler telah dilakukan sejak akhir
2014 sampai dengan akhir 2015. Namun hingga saat ini belum
menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Dialog serta rapat sudah
sering dilakukan baik dimediasi oleh Kementerian Perdagangan
melalui Dirjen Perdagangan dalam Negeri maupun oleh Dirjen
PKH Kementerian Pertanian. Satu yang selalu disuarakan adalah
rendahnya harga Live Bird ditingkat peternak yang tidak kunjung
membaik tidak lain dan tidak bukan sebagai akibat “over supply”.
Parameter tersebut menunjang
pendapat beberapa perusahaan yang akhirnya mengambil langkah
untuk melakukan investasi di breeding farm dan pabrik pakan di beberapa daerah di sentra peternakan di wilayah Indonesia.
Pertumbuhan investasi breeding farm dan pabrik pakan tidak
dibarengi dengan industri hilirnya mulai dari TPA skala Kecil di daerah,
kemudian RPA dan ketersediaan cold storage.
Kondisi ini sudah disuarakan oleh beberapa asosiasi perunggasan
baik PINSAR, GOPAN atau asosiasi peternakan di daerah. Tetapi
pandangan-pandangan tentang teori over supply yang menjadi
pijakan dan analisa berbagai pihak memang tidak berbasis data yang
“maaf”akurat. Hal ini menunjukan langkah-langkah yang dilakukan
oleh berbagai pihak untuk mengambil kebijakan supaya harga LB
segera menyentuh diatas BPP peternak tidak menunjukan hasil yang
menggembirakan. Di lain pihak asosiasi perunggasan lain PPUI dan
beberapa komponen peternak Jabar melakukan Judicial Review
mengenai UU No.18/2009 hingga tulisan ini saya buat juga belum
mendapatkan keputusan dari Mahkamah Konstitusi.
Dari berbagai pertemuan sejak pertengahan tahun 2015 hingga
bulan Agustus 2015 telah kita ketahui bersama langkah yang diambil
atas kesepahaman bersama dalam upaya memperbaiki harga LB
adalah dengan Afkir dini PS. Pangkal persoalan justru muncul dari
kebijakan ini yang kita pahami bersama adalah hadirnya Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang “menduga” telah terjadi
Kartel atas kebijakan tersebut menyebabkan harga LB dipenghujung
tahun 2015 Mengalami kenaikan tetapi peternak “diduga” sulit
mendapatkan DOC.
Dari hasil investigasi KPPU akhirnya ditetapkan 12 perusahaan
breeding farm yang “diduga“ melakukan kartelisasi dan saat ini telah
memasuki persidangan dengan mendengarkan saksi-saksi dari
berbagai PIHAK. Apa yang bisa dipelajari dari rangkaian peristiwa-
peritiwa diatas?, dan bagaimana sikap serta pandangan-pandangan
peternak terhadap kondisi ini?.
Bila kita sepakat dengan dalil atau pembenaran jatuhnya harga LB
adalah sebagai akibat over supply, sekiranya hal ini mari kita cermati
peristiwa demi peristiwa yang ada di tingkat peternak. Pertama
adalah munculnya situasi kegaduhan perunggasan ini dikarenakan
beberapa hal, antara lain adalah : 1). Ketidak seimbangan peningkatan
produksi DOC yang belum dibarengi dengan pertumbuhan industri
hilirnya. Kondisi ini telah disikapi dan diambil kebijakan dari berbagai
pertemuan dengan mengajukan Permentan yang memuat aturan
mengenai bibit (dalam proses pembahasan) 2), Pertumbuhan
kandang-kandang closed house, pabrik pakan baru yang dilakukan
oleh beberapa perusahaan dan beberapa peternak dibeberapa
daerah yang tidak dibarengi dengan tim marketing yang handal
dan daya serap RPA masing-masing perusahaan yang melakukan
budidaya. Kondisi ini memaksa diwacanakannya “moratorium”
atau penghentian sementara pembangunan kandang closed house
oleh berbagai pihak selama belum diselesaikannya persoalan
pasca panennya. Perdebatan diberbagai rapat kondisi ini belum
mendapat cara penyelesaian yang ampuh, karena dari berbagai pihak
berpendapat tuntutan penghentian kandang closed house dianggap
tidak realistis karena di berbagai negara kondisi ini justru akan
menjadi trend system perkandangan di negara maju. Dengan dalih
efisiensi dan untuk keselamatan serta kesehatan.
Padahal apa yang menjadi tuntutan peternak sejauh apa yang
saya pahami adalah meminta penghentian sementara sambil
berbenah dibangun sarana pendukung untuk menampung
ayam yang dipelihara didalam kandang closed house. Langkah
ini tentunya memaksa pemerintah untuk mengeluarkan aturan
setingkat permentan untuk mengatur budidaya di tingkat peternak.
Dan ini harapan semua peternak dalam waktu sesegera mungkin
diharapakan untuk diterbitkan.
Dua permentan di atas masih dianggap kurang apabila hanya
di hulu dan budidaya yang dilakukan pengaturan. Peternak masih
berharap adanya pengaturan segmentasi pasar, dimana harapan
peternak yang berkembang selama ini adalah bahwa pasar lokal
atau pasar dalam negeri harus diserahkan kepada peternak mandiri
atau peternak lokal. Padahal kondisi ini tentu tidaklah gampang,
mengingat hal ini menyangkut kebijakan antar kementrian
yakni kementrian perdagangan dengan kementrian Pertanian.
Langkah terakhir harapan dan keinginan peternak munculnya
Kepres mengenai pengaturan Industri perunggasan nasional yang
menyangkut ketersedian DOC, pengaturan budidaya serta adanya
kepastian pengaturan pasar. Kesimpulan dari dua kondisi diatas ya
....harus sabar menunggu...... Peternak dan Staf Ahli Majalah PI
Oleh Joko Susilo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar